Beberapa dekade lalu, kita berada di era reformasi, orde baru, atau
bahkan ada yang pernah mencicipi era orde lama. Masing-masing dengan
keunikan dan karakteristik sendiri-sendiri, terutama apabila ditinjau
dari perkembangan teknologi. Bumi berputar dan waktu terus berjalan.
Masa berganti, musim telah berubah. Maka tibalah saat kita berjumpa
dengan era revolusi informasi. Sebuah era di mana informasi memiliki
peran penting dan menjadi kunci pada setiap pengambilan keputusan. Era
yang mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan manusia terhadap
teknologi informasi. Dan dari era inilah lahir Generasi Z, atau yang
sekarang terkenal dengan Kids Zaman Now.
Kids Zaman Now – sebuah istilah yang sebenarnya menabrak
aturan berbahasa Indonesia yang baik dan benar – adalah anak-anak yang
lahir di zaman revolusi informasi. Mereka adalah
digital natives,
sejak lahir sudah berinteraksi dengan alat digital berupa gawai.
Karenanya, mereka mudah beradaptasi dengan perubahan teknologi dan mampu
mengikuti perkembangan teknologi yang sangat cepat. Dan anak-anak yang
lahir pada masa yang nyaris bersamaan, otomatis mereka saling
memengaruhi dan membentuk karakter yang sama.
Kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi informasi ini
diperkirakan akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Allied
Business Intelligent (ABI) Research memperkirakan pada tahun 2020 akan
ada lebih dari 30 miliar perangkat yang terhubung secara nirkabel
(Malang Post, 19 Mei 2016). Ke depan, internet akan semakin mengubah
pola hidup manusia, khususnya yang saat ini masih menjadi bagian dari
Kids Zaman Now. Segala aktivitas akan banyak dilakukan dengan
menggunakan internet secara online.
Perkembangan teknologi ini tentu berpengaruh pada segala aspek
kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, sosial, politik, termasuk pada
dunia pendidikan. Bahkan, boleh dikatakan, imbas kemajuan teknologi
informasi terhadap dunia pendidikan sangat besar. Pola pendidikan yang
pernah diterapkan pada dekade sebelumnya mungkin saat ini sudah usang,
dan ketinggalan zaman. Pendekatan, metode, model, strategi, media, atau
apapun namanya yang dulu pernah diagung-agungkan atau pernah menjadi
praktik terbaik, sebagian sudah tidak relevan lagi untuk diaplikasikan
pada era Kids Zaman Now. Karena itu, perubahan pada dunia pendidikan
menjadi suatu keniscayaan. Guru sebagai pelaku utama pendidikan harus
ikut pula menjadi bagian dari perubahan tersebut, karena perubahan pola
pendidikan tidak akan ada artinya tanpa dukungan dari para pelakunya.
Bagaimana Mendidiknya
“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena ia hidup bukan di zamanmu”
Perkataan yang diucapkan oleh sahabat Ali Bin Abi Thalib ra ini
sangat penting untuk kita jadikan acuan dalam mendidik anak. Kita tidak
bisa memaksa anak untuk mengikuti model lama yang jelas-jelas sudah
tidak seiring dan sejalan dengan perkembangan zaman. Sebaliknya, kita
harus menyiapkan mereka menghadapi masa depan yang pasti berbeda dengan
masa sekarang, apalagi masa lalu. Karena itu, agar tetap bisa memberikan
layanan yang terbaik bagi anak didiknya di era saat ini, guru harus
senantiasa meng-
upgrade dan mereformasi dirinya.
Menyesuaikan dan Menjaga Diri
Mereka yang tak mampu menyesuaikan diri akan punah. Begitu adagium
yang berlaku. Begitu pula guru. Guru yang tidak mampu mengikuti
perkebangan zaman akan ditinggalkan oleh masyarakt. Saat ini tuntutan
masyarakat sangat tinggi dan sudah selayaknya guru memenuhi dirinya
dengan kualifikasi terbaik untuk menyambut tuntutan tersebut. Sudah
bukan zamannya lagi guru tidak bisa mengoperasikan komputer atau tidak
terhubung internet karena internet telah merasuki seluruh urat nadi
kehidupan. Ia mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan belajar.
Pola lama dalam mendidik harus segera ditinggalkan dan beralih ke pola
baru yang lebih sesuai dengan era Kids Zaman Now.
Tidak dapat dipungkiri, selain memiliki sisi positif, perkembangan
teknologi juga memiliki sisi negatif. Banyak pihak yang merasa sangat
khawatir akan dampak buruk interaksi anak-anak dengan gawai.
Kekhawatiran ini sangat beralasan karena kenakalan remaja makin beragam
bentuknya seiring dengan mudahnya akses terhadap internet. Akan tetapi
kekhawatiran ini tidak serta merta harus membuat guru alergi terhadap
perubahan dan kemajuan. Justru tugas guru lah yang harus membentengi
anak-anak dari pengaruh negatif dan mendorong mereka untuk mengambil
sisi positifnya.
Setiap kemajuan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai religius
dapat diambil manfaatnya semaksimal mungkin. Guru harus bisa
memanfaatkan kemajuan teknologi ini dalam pembelajaran di kelas. Beragam
multimedia diciptakan untuk membantu “meringankan” tugas guru. Namun
demikian, guru tidak boleh kalah dengan multimedia. Multimedia boleh
canggih, tapi guru harus tetap lebih canggih. Peran mendidik tidak bisa
diwakilkan pada multimedia, ia adalah tugas abadi yang melekat pada diri
guru.
Menyesuaikan diri dengan perubahan adalah wajib, tapi menjaga diri
jauh lebih wajib. Jangan sampai karena ingin menyesuaikan diri, guru
menjadi lupa dengan jati dirinya sebagai pendidik. Menyesuaikan diri
bisa dilakukan tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip asasi. Bercampur
tapi tidak lebur masih menjadi pilihan terbaik. Dan ini yang harus
ditanamkan dalam mendidik anak-anak di era sekarang. Mereka harus
mengikuti perubahan zaman, tetapi tak boleh melepaskan atribut-atribut
kesalehan.
Dekat tapi Bermartabat
Memperlakukan Kids Zaman Now dengan gaya otoriter sepertinya sudah
tidak akan laku lagi. Guru harus dapat lebih memahami karakter Kids
Zaman Now yang pada umumnya adalah anak-anak yang sangat dipengaruhi
oleh trend, tergantung pada komunitas dan bisa melakukan banyak
pekerjaan sekaligus (multi-tasking) (Malang Post, 19 Mei 2016). Mereka
juga merupakan anak-anak yang mengedepankan harga diri.
Di antara yang bisa dilakukan guru untuk merengkuh anak-anak dengan
karakter semacam itu adalah dengan kedekatan hubungan. Kedekatan ini
penting agar anak-anak merasa nyaman berada dekat dengan gurunya
sehingga mereka tidak ragu menjadikan guru sebagai sahabat. Jika guru
bisa masuk ke dunia anak, maka anak tidak akan
sungkan
berkomunikasi dengan guru. Berbagai perilaku negatif yang dikhawatirkan
muncul dari efek perubahan zaman bisa ditekan sekecil mungkin.
Kedekatan hubungan guru dengan siswa bisa dibangun dengan pola
komunikasi yang baik. Meski tidak harus ikut-ikutan alay seperti Kids
Zaman Now, guru tetap harus bisa mengikuti dunia mereka. Aktif di dunia
maya bersama anak-anak bukanlah pilihan yang buruk, jika dengan ini
anak-anak akan lebih mudah dipantau dan dibimbing. Apalagi seperti yang
ditulis oleh Ihshan Gumilar, seorang Neuropsikolog, di antara perubahan
psikologi yang patut diwaspadai pada Kids Zaman Now adalah lebih banyak
waktu dicurahkan pada dunia virtual, sedangkan kehidupan sosial yang
dilakukan secara offline sungguh sangat minim. (Republika.co.id,
23 Nov 2017). Karena itu, agar hubungan guru murid tidak terputus, suka
tidak suka, guru harus mengikuti anak pergi ke dunia maya.
Meskipun guru harus menjalin kedekatan dengan murid di era Kids Zaman
Now, bukan berarti guru harus kehilangan wibawanya. Guru harus tetap
menjaga muruah dan martabatnya, baik di dunia maya maupun di dunia
nyata. Dekat dengan murid tak lantas menjadikan guru maupun murid bebas
melakukan apa saja. Tetap ada aturan-aturan yang membatasi, ada etika
yang harus dijunjung tinggi. Jika guru mampu menempatkan diri, niscaya
mereka bisa membimbing anak didiknya menjadi Kids Zaman Now yang tak
larut akan eforia kemajuan teknologi.
Apapun zamannya, ruh guru tetap panglimanya
Waktu akan terus berlalu, zaman akan selalu berganti dan keadaan
pasti berubah. Kemajuan teknologi akan berkembang sekian kali lipat dari
saat ini. Yang saat ini kita anggap paling canggih, suatu saat pun akan
ditinggalkan. Sepuluh atau dua puluh tahun lagi, perbincangan tentang
Kids Zaman Now ini mungkin sudah basi. Karena itu sebagai guru, kita
harus ikut pusaran perubahan itu. Anak-anak didik kita, penerus
peradaban ini, berhak mendapat yang terbaik dari kita, apapun zamannya
dan bagaimanapun tantangannya.
Apa yang ditulis oleh KH Hasyim Asyari, ulama besar Indonesia dalam
kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim, masih sangat relevan untuk dijadikan
pegangan bagi para guru.
Aththoriqu ahammu minal madah, al mudarrisu ahammu min aththariqoh, wa ruhul mudarissu ahammu min mudarris nafsuhu.
Metode lebih penting dari materi (kurikulum), guru lebih penting dari
metode, dan ruh guru jauh lebih bermakna dari guru itu sendiri. Inilah
bekalan yang harus senantiasa melekat pada diri guru, apakah mendidik di
era Kids Zaman Now atau Zaman Tomorrow. Para guru hendaklah tetap
memprioritaskan ruh, yaitu, dalam diri guru harus senantiasa melekat
tanggung jawab personal, sosial dan yang paling utama, agama. Guru bukan
profesi semata, tetapi merupakan jembatan menuju surga. Anak didik
adalah investasi akherat, pada mereka lah guru mewariskan nilai-nilai
kebaikan.
Karena itu, ruh ini harus selalu mewarnai diri guru dalam mendidik
murid-muridnya. Ruh yang hidup akan membawa muridnya pada keberhasilan.
Ruh yang membara dengan semangat perbaikan akan menuntun muridnya pada
keluhuran budi. Ruh yang terbungkus iman akan membawa anak didiknya
menuju kejayaan peradaban. Dan ruh yang terhubung dengan RabbNya akan
menghubungkan anak didiknya dengan RabbNya pula. Tak akan ada
kekhawatiran mendidik di era Kids Zaman Now atau Kids Zaman Tomorrow
selagi para guru berpegang pada nilai-nilai ketaqwaan yang ditumbuhkan
dari ruh yang hidup dan bersandar pada keimanan.
Wallahu A’lam.
BIODATA PENULIS
Nama : Iis Nuryati, S.Pd.
Tempat/Tgl Lahir : Nganjuk, 28 Desember 1975
Pekerjaan : Guru Bahasa Inggris
Alamat Pekerjaan : SMPIT Insan Kamil Karanganyar (tergabung dengan JSIT Jateng), Jl. Kapt Mulyadi Cangakan Karanganyar Jawa Tengah 57712
Alamat Rumah : Nglano Kulon, Pandeyan, Tasikmadu, Karanganyar, Jateng
Sumber: http://jsit-indonesia.com/2017/12/05/menjadi-guru-di-era-kids-zaman-now/